Sejarah panjang tanah Deli di Sumatera Utara tidak lepas dari peran marga-marga bangsawan yang turut menentukan arah kekuasaan di kawasan tersebut. Salah satunya adalah marga Ketaren, sebuah marga tua yang memiliki akar sejarah kuat, bukan hanya di Deli tetapi juga di wilayah Simalungun, di mana sebutannya dikenal sebagai Hataran.
Marga Ketaren merupakan keturunan dari Tengku Mahmud yang bergelar Kejeruan Ketaren, seorang tokoh penting dalam sejarah pemerintahan tradisional Deli. Dari keturunan beliau, lahirlah para pemangku adat dan pemimpin yang memainkan peran vital dalam sistem kekerabatan dan pemerintahan lokal saat itu.
Di tanah Deli, Kejeruan Ketaren melahirkan dua keturunan utama, yakni Tengku Jalaluddin yang kelak menjadi asal usul Kejeruan Metar Bilad Deli, dan Tengku Derap bin Tengku Mahidin, yang sempat diangkat oleh Raja Aceh sebagai pewaris tahta di tanah Deli. Namun dalam perjalanan sejarahnya, Tengku Derap memilih menyerahkan hak tersebut kepada sepupunya.
Peristiwa pengangkatan Raja Deli itu terjadi ketika lima suku besar di Deli, yakni Senembah, Serbanyaman, Sepuluh Dua Kota, Suka Piring, dan Ujung diutus Raja Aceh untuk berunding dan menentukan siapa yang paling pantas menjadi pemimpin Deli. Nama Tengku Derap pun muncul sebagai sosok yang dipilih berdasarkan garis keturunan dan kelayakan.
Meski begitu, Tengku Derap menunjukkan kebesaran hati dengan menolak pengangkatan tersebut dan menyarankan agar posisi raja diberikan kepada Tengku Jalaluddin. Hal itu karena Tengku Jalaluddin merupakan anak langsung dari Tengku Mahmud, saudara kandung ayahnya, yang menurut adat lebih berhak atas tahta.
Marga Ketaren sendiri bukan hanya dikenal di wilayah Deli. Di tanah Simalungun, keturunan Kejeruan Ketaren menyebar dan dikenal dengan sebutan Hataran. Sebutan ini merujuk pada kelompok marga atau kampung keturunan Kejeruan Ketaren yang menetap dan berbaur di Simalungun.
Di Simalungun, Hataran memiliki posisi penting dalam adat istiadat setempat. Meski berasal dari Deli, keturunan Ketaren diterima baik oleh masyarakat Simalungun dan ikut berperan dalam berbagai urusan adat, sosial, hingga pemerintahan tradisional di wilayah itu.
Hubungan antara tanah Deli dan Simalungun memang telah lama terjalin erat. Banyak keturunan bangsawan dan panglima dari Deli yang bermigrasi dan menetap di daerah Simalungun, membawa serta adat istiadat serta sistem kekerabatan mereka. Termasuk di antaranya adalah keturunan Kejeruan Ketaren.
Keberadaan marga Ketaren di Simalungun sebagai Hataran juga mencerminkan proses akulturasi budaya yang terjadi secara alami di Sumatera Utara. Meski berbeda latar budaya, namun nilai-nilai adat dan kekeluargaan tetap menjadi pengikat yang kuat di antara kedua komunitas tersebut.
Jejak keturunan Kejeruan Ketaren di tanah Deli masih bisa ditelusuri hingga saat ini, khususnya di kawasan Medan, Deli Serdang, dan Binjai. Marga Ketaren dikenal sebagai salah satu marga bangsawan Melayu Deli yang memiliki garis keturunan langsung dari raja-raja terdahulu.
Sementara di Simalungun, Hataran menjadi bagian dari komunitas adat yang disegani. Mereka tetap menjaga silsilah dan nilai-nilai leluhur yang diwariskan, termasuk dalam hal adat pernikahan, kematian, dan perayaan adat besar di wilayah tersebut.
Perjalanan sejarah marga Ketaren hingga dikenal sebagai Hataran di Simalungun memperlihatkan betapa eratnya hubungan antar suku dan kerajaan lokal di Sumatera di masa lalu. Mereka tak hanya berperan dalam urusan politik, tetapi juga dalam mempertahankan kearifan lokal.
Hingga kini, marga Ketaren tetap mempertahankan adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Upacara adat, silsilah keluarga, dan musyawarah marga masih dijaga dan dilaksanakan dalam berbagai kesempatan penting.
Nama besar Kejeruan Ketaren juga masih dihormati oleh keturunan Deli hingga saat ini. Banyak keturunan langsung dari Kejeruan Ketaren yang masih aktif dalam kegiatan adat Melayu Deli dan menjadi tokoh masyarakat di daerahnya masing-masing.
Demikian pula di Simalungun, Hataran masih dijadikan salah satu marga yang disegani. Selain mempertahankan identitas leluhur, mereka juga aktif dalam menjaga hubungan baik antar marga dan komunitas di wilayah itu.
Sejarah panjang marga Ketaren yang berakar dari Deli hingga berjejak di Simalungun merupakan bukti kuatnya jaringan kekerabatan dan politik antar kerajaan Nusantara di masa lalu. Keturunan ini menjadi saksi hidup dari perjalanan sejarah panjang peradaban Sumatera.
Tak hanya menyisakan catatan sejarah, warisan ini juga melahirkan nilai-nilai luhur tentang persatuan, musyawarah, dan keikhlasan dalam memimpin. Seperti halnya keputusan bijak Tengku Derap yang rela mengalihkan tahta kepada sepupunya demi menjaga keharmonisan kerajaan.
Kini, baik di Deli maupun Simalungun, keturunan Ketaren tetap menjaga silaturahmi dan mewariskan nilai-nilai kebangsawanan yang diwariskan oleh para pendahulu mereka. Warisan budaya ini menjadi kekayaan tak ternilai yang patut dilestarikan oleh generasi penerus.
0 comments:
Post a Comment