Ekspansi Perdagangan Minang dan Pariaman ke Indonesia Timur Sebelum Abad ke-17

Sejarah perantauan masyarakat Minangkabau tidak hanya mencatat migrasi ke Sumatra bagian timur dan Jawa, tetapi juga menembus hingga wilayah timur Nusantara. Salah satu jejak penting perantauan Minangkabau terekam di Ambon, pusat perdagangan rempah dunia pada abad ke-17. Kedatangan saudagar Minang ke Ambon berkaitan erat dengan geliat perdagangan rempah-rempah yang kala itu menjadi komoditas paling dicari oleh pedagang dari berbagai negeri.

Menariknya, jaringan perdagangan Minangkabau di kawasan timur Indonesia sesungguhnya telah terbentuk jauh sebelum abad ke-17. Sejarah lisan dan budaya masyarakat Buton menyebutkan bahwa pada abad ke-13 telah datang sekelompok perantau dari daerah Bumbu, Pariaman, di pesisir barat Sumatra. Rombongan yang dipimpin seorang tokoh sakti bernama Si Malui, bersama adiknya Si Baana dan pengikutnya, berlayar hingga tiba di pesisir timur Sulawesi Tenggara.

Rombongan perantau dari Pariaman itu tercatat tiba di Buton pada 15 Sya'ban 634 H, atau sekitar tahun 1236 M. Mereka membawa serta bendera kerajaan berwarna kuning hitam bergaris, bernama Buncaha, serta sebuah bahtera besar bernama Popangua. Di negeri Buton, mereka mendirikan benteng pertahanan dan permukiman, serta membangun hubungan dagang dan sosial dengan penduduk lokal. Kisah ini menandai kehadiran paling awal masyarakat Minangkabau di kawasan timur Indonesia.

Jejak orang Pariaman di Buton menjadi indikasi bahwa jaringan pelayaran dan perdagangan Minangkabau ke kawasan timur sudah berlangsung setidaknya sejak abad ke-13. Dari Buton, kemungkinan jalur dagang ini berlanjut ke wilayah-wilayah strategis lainnya di Maluku, termasuk ke Ambon yang pada abad ke-17 menjadi pusat perdagangan cengkih dan pala. Perdagangan rempah yang melibatkan saudagar Nusantara tidak lepas dari peran para perantau dari Sumatra Barat ini.

Pada abad ke-17, saudagar Minang mulai aktif berdagang di pelabuhan-pelabuhan penting di Maluku. Mereka membawa hasil bumi dari ranah Minang seperti emas, kain tenun, dan lada untuk ditukar dengan rempah-rempah yang memiliki nilai tinggi di pasaran internasional. Keahlian orang Minangkabau dalam berdagang dan bernegosiasi menjadi modal penting dalam membangun jaringan niaga di Ambon yang dikuasai oleh VOC saat itu.

Selain berdagang, para perantau Minangkabau di Ambon juga terlibat dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Beberapa di antaranya berperan sebagai ulama yang menyebarkan ajaran Islam dan membangun surau di kawasan pemukiman Muslim di Ambon. Hubungan yang terjalin antara masyarakat Minang dan penduduk lokal berlangsung cukup baik, terbantu oleh nilai-nilai musyawarah dan diplomasi adat yang dibawa dari kampung halaman.

Keberhasilan saudagar Minang di Ambon tidak terlepas dari warisan tradisi maritim orang Pariaman di Buton sebelumnya. Jalur pelayaran yang telah dirintis sejak abad ke-13 memudahkan para perantau abad ke-17 menapak tilas dan membangun jaringan baru. Hubungan dagang antara Pariaman, Buton, dan Maluku pun membentang sebagai bagian dari jalur niaga Nusantara yang ramai sebelum kolonialisme Eropa merangsek masuk.

Di tengah persaingan perdagangan dan ketatnya pengawasan VOC, para saudagar Minangkabau dikenal lihai membaca situasi. Mereka menggunakan bahasa Melayu pasar dan adat diplomasi untuk berinteraksi dengan berbagai kelompok etnis di Ambon, mulai dari masyarakat lokal, pedagang Bugis, hingga saudagar Jawa dan Malaya. Beberapa di antaranya bahkan menjadi perantara dagang penting di kawasan itu.

Sebagian perantau Minangkabau memilih menetap di Ambon dan Maluku, sementara sebagian lainnya kembali ke kampung halaman setelah meraih keberhasilan di tanah perantauan. Tradisi merantau yang bersifat sementara tetap dijaga, meskipun ikatan keluarga, peluang ekonomi, dan hubungan sosial di Ambon mendorong sebagian keturunan mereka untuk menetap.

Jejak sejarah perantau Minang di Ambon dan jaringan niaga yang berakar sejak kedatangan orang Pariaman ke Buton menjadi bukti bahwa jaringan maritim Minangkabau telah terbentang luas sejak masa lampau. Kisah ini mempertegas posisi Minangkabau sebagai bangsa pelaut dan pedagang ulung yang turut memberi warna dalam sejarah perdagangan Nusantara.


About marbun

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Post a Comment