Apakah Marga Sarumpaet Terkait Majapahit?

Marga Sarumpaet selama ini dikenal sebagai salah satu kelompok marga di kalangan suku Batak Toba yang berasal dari wilayah Laguboti, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Namun di balik kisah perantauan dan persatuan sosial mereka, ada dugaan kuat bahwa marga ini menyimpan jejak sejarah panjang yang berkaitan dengan pengaruh Majapahit di Tanah Batak. Dugaan ini menguat seiring ditemukannya sejumlah catatan sejarah lokal dan interpretasi dari berbagai prasasti yang menunjukkan adanya interaksi Batak Toba dengan kekuatan politik dari Jawa Timur di masa lampau.

Secara tradisional, marga Sarumpaet bukanlah sebuah nama marga tunggal, melainkan koalisi dari beberapa marga yang berasal dari keturunan Raja Sipaettua di Laguboti. Di antaranya termasuk Hutahaean, Aruan, Hutajulu, Sibarani, Sibuea, Pangaribuan, dan Hutapea. Nama Sarumpaet lebih merupakan identitas kolektif yang mereka gunakan saat merantau ke daerah-daerah seperti Sibolga dan Silindung, demi alasan solidaritas, keamanan, dan penguatan posisi sosial di perantauan.

Yang menarik, di antara marga-marga yang tergabung dalam Sarumpaet, terdapat marga Aruan. Nama Aruan ini diyakini memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Aru, sebuah kerajaan pesisir kuat di timur Sumatera yang pernah menjadi pesaing sekaligus sekutu Majapahit dalam menguasai jalur pelayaran Selat Malaka. Beberapa sumber sejarah Nusantara menyebutkan bahwa Kerajaan Aru berperan penting dalam dinamika politik Asia Tenggara abad ke-13 hingga ke-16.

Sejumlah catatan tradisi lisan di Batak Toba juga menyebutkan adanya orang-orang Aru yang bermigrasi ke pedalaman Danau Toba setelah runtuhnya Kerajaan Aru akibat serangan Majapahit. Salah satu kelompok yang diduga kuat berasal dari eksodus tersebut adalah keturunan marga Aruan. Mereka diyakini kemudian membaur dengan komunitas Batak Toba di wilayah Laguboti dan sekitarnya, dan masuk dalam koalisi Sarumpaet.

Kemungkinan hubungan antara marga Sarumpaet dan Majapahit ini semakin diperkuat dengan keberadaan Prasasti Dolok Tolong di wilayah Toba. Prasasti tersebut diyakini sebagai saksi pertemuan budaya antara Majapahit dan Batak Toba di masa lalu. Dalam beberapa interpretasi, disebutkan bahwa para bangsawan atau utusan dari Majapahit pernah singgah dan bahkan menetap di kawasan sekitar Danau Toba, termasuk di wilayah Laguboti.

Roganda Sibarani, seorang pemerhati tarombo Batak, menjelaskan bahwa persatuan Sarumpaet di tanah perantauan awalnya lebih berorientasi pada kebutuhan praktis. 

Namun, tidak menutup kemungkinan jika awal mula pembentukan koalisi ini dipengaruhi oleh memori kolektif atas peristiwa migrasi besar dari wilayah pesisir ke pedalaman akibat tekanan politik Majapahit. Persatuan Sarumpaet bisa jadi merupakan warisan budaya yang terbentuk dari pengalaman sejarah bersama di masa lalu.

Selain itu, dalam beberapa tarombo Batak Toba, ditemukan kisah-kisah tentang tokoh bermarga Aruan yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa besar di wilayah Sumatera bagian timur. Ada pula penuturan tentang tokoh perantau bermarga Aruan yang dikenal sebagai pedagang ulung di pesisir barat, yang konon memiliki hubungan dagang dengan pelaut-pelaut Jawa. Hal ini menambah kemungkinan adanya interaksi erat antara Batak Toba dan kekuatan Majapahit.

Di Sibolga, salah satu kota pelabuhan tertua di pantai barat Sumatera, penggunaan nama Sarumpaet sangat populer di kalangan perantau Laguboti. Sebagai kota dagang yang sejak abad ke-13 menjadi salah satu simpul penting pelayaran Nusantara, Sibolga tidak luput dari pengaruh kekuatan maritim Majapahit. Banyak arkeolog meyakini bahwa interaksi pelaut-pelaut Jawa dengan komunitas Batak Toba di Sibolga meninggalkan pengaruh sosial dan budaya yang masih bisa ditelusuri hingga kini.

Begitu juga di Silindung, wilayah lain tempat koalisi Sarumpaet bertumbuh. Silindung dikenal sebagai kawasan strategis bagi perdagangan dan persinggahan para perantau Batak sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah lain. Wilayah ini juga diduga kuat menjadi tempat pemukiman sejumlah keturunan bangsawan Aru dan bekas perwira Majapahit yang memilih menetap di pedalaman setelah konflik politik di pesisir.

Dalam konteks budaya, beberapa upacara adat Batak Toba di Laguboti dan Silindung menunjukkan kemiripan dengan ritual-ritual yang pernah dipraktikkan di pesisir Sumatera Timur. Misalnya, dalam upacara mangalahat horbo (penyembelihan kerbau), ditemukan kemiripan simbolik dengan tradisi sesaji pelaut Melayu dan Jawa yang dipengaruhi oleh kebudayaan Majapahit. Kesamaan ini menjadi bukti kecil namun bermakna tentang percampuran budaya masa lalu.

Meski penggunaan nama Sarumpaet di perantauan lebih bersifat strategis dan praktis, kesadaran atas identitas marga asli tetap dijaga. Bahkan dalam beberapa kasus, marga Aruan tetap diingat sebagai marga yang punya akar sejarah di Kerajaan Aru. 

Seiring waktu, setelah Indonesia merdeka dan sistem administrasi pemerintahan lebih stabil, banyak keturunan marga-marga Laguboti mulai kembali menggunakan nama marganya masing-masing. Namun, beberapa keturunan Sibarani, Hutahaean, hingga Aruan di wilayah tertentu masih setia menggunakan nama Sarumpaet, sebagai bentuk penghormatan terhadap persatuan leluhur di masa lalu.

Yang menarik, di makam-makam tua beberapa leluhur Sarumpaet di Silindung dan Laguboti, tertulis jelas nama-nama leluhur bermarga Aruan yang dikaitkan dengan kisah migrasi dari Kerajaan Aru. Kisah ini menjadi salah satu petunjuk penting dalam upaya merekonstruksi sejarah migrasi Batak dari pesisir ke pedalaman pasca ekspansi Majapahit.

Beberapa sejarawan lokal Batak pun mulai mengkaji ulang kemungkinan keterlibatan Majapahit dalam dinamika sosial Batak Toba, khususnya di sekitar Danau Toba dan Laguboti. Mereka menilai, interaksi antara utusan Majapahit dan komunitas lokal tidak hanya bersifat politis, tetapi juga membawa dampak budaya yang cukup besar, termasuk dalam pembentukan koalisi sosial semacam Sarumpaet.

Kisah hubungan marga Sarumpaet dengan Majapahit ini masih memerlukan banyak penelitian dan penggalian data lapangan. Namun, adanya kemiripan adat, istilah budaya, dan jejak sejarah migrasi menjadi bukti awal yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Apalagi, sejarah Batak Toba memang penuh dengan kisah migrasi, percampuran budaya, dan pertemuan dengan bangsa-bangsa dari berbagai penjuru Nusantara.

Dugaan ini sekaligus menambah daftar panjang tentang bagaimana pengaruh Majapahit tidak hanya terbatas di Jawa dan pesisir timur Sumatera, tetapi juga merambah jauh hingga ke pedalaman Danau Toba. Di sanalah marga-marga seperti Aruan dan kelompok Sarumpaet melanjutkan kisahnya, menyatu dalam budaya Batak Toba yang kita kenal hari ini.

Sumber:


1. https://mycultured.blogspot.com/2010/09/si-paet-tua-dan-marga-marga.html?m=1#google_vignette

2. https://www.ebatak.com/tarombo/marga/sarumpaet

3. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sarumpaet

4. Majapahit, Fakta atau Fiktif?

https://www.facebook.com/share/p/16ZLZWpbLt/

5. https://www.facebook.com/share/p/15T5XHyiJ6/

6. Misteri Marga Aruan di Benua Amerika

https://www.facebook.com/share/p/16JBej8tCu/

About marbun

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Post a Comment